Ortax› Forums › PPN dan PPnBM › PKP Pasal 9 Ayat 4B - Kompensasi Kelebihan Pajak PKP Pasal 9 Ayat 4B - Kompensasi Kelebihan Pajak Armi updated 3 years, 5 months ago 1 Member · 1 Post dear rekan otrtaxmasih bingung neh dengan penjelasan PKP pasal 9 ayat 4b atau selain PKP pasal 9 ayat 4b ? tolong dibantu dijelaskan utk psal 9 ayat 4b huruf b pkp yg melakukan penyerahan bkp/jkp kpd pemungut ppn. maksud nya pemungut ppn disni apakah pkp biasa yg bertransaksi dgn wapu? atau pkp biasa dengan pkp biasa maksud nya sesama pemungut ppn ? iya nih rekan2,sy jg bingung apa maksudnya itu,sma pertanyaannya dengan rekan heraajah, pleaseee….gelap nih gelap Originaly posted by racheliya nih rekan2,sy jg bingung apa maksudnya itu,sma pertanyaannya dengan rekan heraajah, pleaseee….gelap nih gelapNih lampunya Kalo kita telaah yang sebenarnya, maka pemungut PPN adalah PKP itu sendiri..Kemudian demi pengamanan penerimaan negara, muncul kebijakan "Pemungut PPN". Hanya saja yang terkadang menimbulkan kerancuan, karena regulasinya menggunakan istilah yang sama, yaitu pemungut PPN..Contoh PKP A bertransaksi dengan Bendahara B, nilai transaksi = A menagih Harga Jual = PPN = yang harus dibayar Bendahara B = Bendahara B mengeluarkan uang sebesar = untuk dibayarkan ke PKP A dan "menahan" uang PPN = untuk disetorkas ke kas supaya nggak bingung, bendahara memungut PPN, harap dibaca bendahara "menahan" PPNViewing 1 - 4 of 4 replies Restitusipada setiap masa pajak hanya dapat diajukan oleh PKP tertentu (Pasal 9 ayat 4b UU PPN), yaitu PKP yang melakukan ekspor, penyerahan kepada pemungut PPN, atau penyerahan yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut. Restitusi kepada PKP berisiko rendah, dilakukan dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. (GTT) PKP Pasal 9 Ayat 4B merupakan rujukan bagi Pengusaha Kena Pajak PKP yang menjadi pengecualian terhadap ketentuan yang tercantum dalam Pasal 9 Ayat 4 dan 4A UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang tersebut juga dikenal luas sebagai UU PPN dan PPnBM. Pada Pasal 9 Ayat 4 dan 4A, tertulis bahwa apabila dalam satu masa pajak diketahui pajak masukan yang dikreditkan bernilai lebih besar daripada pajak keluaran, maka hal ini akan dianggap sebagai kelebihan pembayaran pajak yang bisa dialihkan ke masa pajak selanjutnya. Tidak hanya itu, PKP juga diperbolehkan untuk mengajukan restitusi. Lalu, pasal ini juga mengukuhkan pengecualian yang sudah disebutkan. Bagi PKP yang memenuhi syarat, mereka memiliki hak untuk melakukan pengajuan restitusi pajak setiap masa PPN. Lantas, bagaimana prosedur lengkapnya? Kategori PKP Pasal 9 Ayat 4B Terdapat kategori yang bisa dikenakan oleh pasal ini yaitu kategori yang dapat diperhitungkan dalam pengajuan restitusi pajak tadi. Berikut ini penjelasan mengenai kategori untuk PKP yang melakukan; Ekspor Barang Kena Pajak BKP BKP/Jasa Kena Pajak BKP/JKP ke pemungut BKP/JKP dengan PPN yang tidak BKP tidak PKP dalam tahap berproduksi. Dengan begini, semakin jelas kalau hanya PKP yang melakukan kegiatan di atas yang dapat atau dianggap memenuhi syarat untuk mengajukan restitusi pajak. Hal ini sesuai dengan PKP Pasal 9 Ayat 4B dan Ayat 4C yang membahas kategori PKP berisiko rendah di atas. Ini juga disahkan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/ yang mencantumkan bahwa percepatan restitusi untuk kelebihan pembayaran PPN di setiap masa pajak bisa diberikan pada PKP yang tertera di atas. Baca juga Kenali Syarat PKP Berikut Ini Syarat-Syarat PKP Pasal 9 Ayat 4B Selain memenuhi satu atau lebih dari kategori yang tadi sudah dibahas, ada syarat lainnya untuk penerapan pasal PKP ini. Syarat ini diatur sebagai PKP Berisiko Rendah. Perlu Anda ketahui, PKP Berisiko Rendah merujuk pada perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia. PKP Berisiko Rendah juga termasuk perusahaan yang kepemilikan saham mayoritasnya dimiliki langsung oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah. PKP Berisiko Rendah juga mencakup PKP yang sudah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan sebagaimana ketentuan PMK dan PKP yang ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat OEB. Secara lengkap, PKP Berisiko Rendah pun meliputi produsen selain PKP yang punya tempat produksi atau pabrik. Termasuk juga PKP yang laporan SPT masa pajak PPN memiliki lebih bayar maksimal Rp1 miliar. PKP Pasal 9 Ayat 4B juga harus memenuhi syarat kategori bidang usaha yang sesuai, yakni terbukti melakukan kegiatan ekspor BKP berwujud maupun tidak berwujud, menyerahkan BKP/JKP ke pemungut PPN, menyerahkan BKP/JKP dengan PPN yang tidak dipungut, dan juga bagi yang melakukan ekspor JKP. Pengajuan Restitusi Jika sudah memenuhi syarat PKP Pasal 9 Ayat 4B tadi, maka pengajuan restitusi sendiri sudah bisa dilakukan. Ini bisa dilakukan dengan mengisi kolom Pengembalian Pendahuluan dalam laporan SPT. Kolom yang harus diisi adalah permohonan yang diajukan dari pihak PKP pada Direktorat Jenderal Pajak. Permohonan ini akan diperiksa dengan lebih lanjut memastikan syarat sudah benar terpenuhi. Pemeriksaan termasuk memastikan kalau PKP tidak pernah dipidana untuk kasus perpajakan dalam lima tahun terakhir. Bidang usaha PKP juga akan diperiksa secara saksama guna memastikan kebenaran penulisan serta perhitungan pajak. Waktu pengecekan yang dibutuhkan cukup lama, bisa mencapai 1 bulan untuk memastikan pengajuan restitusi sudah sesuai dengan yang terkandung dari pasal tersebut. Setelah itu, restitusi pun sudah bisa dilanjutkan. Itulah penjelasan tentang PKP Pasal 9 Ayat 4B. Untuk membantu Anda dalam mengurus dan melapor pajak, gunakan platform AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP. Semoga informasi ini bermanfaat! KategoriPKP Pasal 9 Ayat 4B merupakan PKP yang diperkenankan mengajukan restitusi setiap masa PPN, antara lain: PKP yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak (BKP) berwujud. PKP yang melakukan penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) kepada pemungut PPN. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya tidak dipungut. Soal 1 PT. Swadaya Lestari merupakan salah satu perusahaan industri kerupuk KLU 10794. PT. Swadaya Lestari terkena dampak pandemi Covid-19 yang menyebabkan angka penjualan menjadi menurun. Apabila PT. Swadaya Lestari hendak mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Bagaimana sistematika pengajuan permohonannya? Jawab PT. Swadaya Lestari termasuk kriteria lapangan usaha yang diperkenankan mendapatkan pengembalian pendahuluan melalui surat pemberitahuan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai PPN. Untuk pengajuan permohonan pengembalian pendahuluan, PT. Swadaya Lestari perlu mengisi formulir 1111 SPT Masa PPN pada Romawi II huruf H sebagai berikut Pada butir 2 dipilih 1 Butir Pengusaha Kena Pajak PKP Pasal 9 ayat 4b PPN, dalam hal pada Masa Pajak tersebut PKP melakukan kegiatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 4b UU PPN; atau 2 Butir Selain PKP Pasal 9 ayat 4b PPN, dalam hal pada Masa Pajak tersebut PKP tidak melakukan kegiatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 4b Undang-Undang UU PPN. Pada butir 3 dipilih butir dikembalikan restitusi dan memilih Khusus Restitusi untuk PKP Pasal 9 ayat 4c PPN dilakukan dengan Pengembalian Pendahuluan. Soal 2 PT. Mantap Jiwa merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa boga untuk acara pernikahan KLU 56210. Sejak pandemi Covid-19 merebak di Indonesia, banyak klien yang membatalkan acara pernikahan karena arahan dari pemerintah setempat. Oleh sebab itu, terdapat penurunan pendapatan yang signifikan yang dialami oleh PT. Mantap Jiwa. Bila PT. Mantap Jiwa menyampaiakan SPT Masa PPN Masa Pajak Maret 2021 dengan ringkasan sebagai berikut Tidak ada pajak keluaran yang harus dipungut sendiri oleh PKP selama bulan Maret 2021 karena tidak ada penyerahan jasa kena pajak selama masa pajak Maret 2021. Pajak masukan yang dapat diperhitungkan sebesar yang seluruhnya merupakan kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak Maret 2021. Bagaimana pemenuhan kewajiban PT. Mantap Jiwa supaya mendapatkan pengembalian pendahuluan karena kompensasi masa pajak sebelumnya? Jawab PT. Mantap Jiwa merupakan perusahaan yang termasuk dalam KLU yang dapat mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN. Adapun pengembalian pendahuluan atas kelebihan pembayaran PPN sebesar dengan mencantumkan pilihan restitusi untuk PKP Pasal 9 ayat 4c dalam SPT Masa PPN Maret 2021. Butir2.2 Selain PKP Pasal 9 ayat (4b) PPN, dalam hal pada Masa Pajak tersebut PKP tidak melakukan kegiatan tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (4b) Undang-Undang PPN; Pada butir 3 dipilih butir 3.2 Dikembalikan (restitusi) dan memilih Khusus Restitusi untuk PKP: Pasal 9 ayat (4c) PPN dilakukan dengan Pengembalian Pendahuluan Ilustrasi PKP pasal 9 ayat 4b Foto UnsplashPKP Pasal 9 ayat 4b merupakan bagian dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Pasal ini membahas kelebihan pajak Pasal 9 ayat 4b juga memuat persyaratan terkait Pengusaha Kena Pajak PKP yang diperkenankan mengajukan restitusi. Pasal ini berkaitan dengan ketentuan yang dibahas dalam Pasal 9 ayat 4 dan bunyi PKP Pasal 9 ayat 4b dan apa maknanya? Simak penjelasannya di bawah PKP pasal 9 ayat 4b Foto PixabayBunyi PKP Pasal 9 ayat 4bSeperti dikatakan di awal, PKP Pasal 9 ayat 4b berkaitan dengan Pasal 9 ayat 4 serta 4a. Berikut bunyi ketiga pasal tersebut yang dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan4 Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.4a Atas kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku.4b Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan ayat 4a, atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; b. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;c. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;d. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; e. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau f. Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2a.Ilustrasi PKP pasal 9 ayat 4b Foto PixabayMakna PKP Pasal 9 ayat 4bMengutip buku Kodifikasi Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai karangan Jaja Zakaria, SH, M. Sc. 2018, Pasal 9 ayat 4 dan 4a menjelaskan bahwa dalam suatu Masa Pajak, dapat terjadi Pajak Masukan yang bisa dikreditkan lebih besar daripada Pajak Pajak Masukan tersebut tidak bisa diminta kembali pada Masa Pajak bersangkutan, namun bisa dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Kendati demikian, jika kelebihan Pajak Masukan terjadi pada masa akhir tahun buku, maka kelebihan Pajak Masukan bisa diajukan permohonan pengembalian restitusi.Sementara itu dalam PKP Pasal 9 ayat 4b dijelaskan bahwa terdapat pengecualian, yakni PKP yang memenuhi syarat diizinkan untuk mengajukan restitusi pajak setiap masa Pajak Pertambahan Nilai PPN.Ilustrasi PKP pasal 9 ayat 4b Foto PixabayApa Itu Restitusi Pajak?Restitusi pajak merupakan kelebihan pembayaran pajak yang harus dikembalikan negara kepada wajib pajak. Wajib pajak dapat mengajukan restitusi kepada direktur jenderal pajak, seperti tercatat dalam Pasal 17B Undang-undang informasi dari buku Kreatif Gali Sumber Pajak tanpa Bebani yang ditulis oleh Ir. Irwansyah Lubis, SE, 2013, terdapat beberapa hal penting yang berkaitan dengan restitusi, antara lainRestitusi dapat diajukan pada akhir tahun pada setiap masa pajak hanya dapat diajukan oleh PKP tertentu Pasal 9 ayat 4b UU PPN, yaitu PKP yang melakukan ekspor, penyerahan kepada pemungut PPN, atau penyerahan yang mendapatkan fasilitas PPN tidak kepada PKP berisiko rendah, dilakukan dengan pengembalian pendahuluan kelebihan Itu PKP Pasal 9 Ayat 4b?Apa yang Dimaksud dengan Restitusi Pajak?Restitusi Pajak Diajukan Kepada Siapa? Pasal9 ayat (4), (4a), dan (4b) UU PPN mengatur: " (4) Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.
UU CIPTA KERJA Dian Kurniati Selasa, 06 Oktober 2020 0730 WIB Ilustrasi. JAKARTA, DDTCNews – RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru saja disahkan DPR kemarin, Senin 5/10/2020 memuat klaster Perpajakan. Dalam klaster tersebut, ada sejumlah perubahan dalam UU Pajak Pertambahan Nilai PPN. Salah satu perubahan dalam UU PPN, yang dimuat dalam Pasal 112 RUU Cipta Kerja, mengenai pajak masukan Pasal 9 UU PPN. Simak artikel DPR Sahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Ada Klaster Perpajakan’. “Pajak masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama,” demikian bunyi Pasal 9 ayat 2 UU PPN yang juga dimuat dalam Pasal 112 RUU Cipta Kerja. Berikut perincian ayat pada Pasal 9 UU KUP yang berubah atau ditambah. Pasal 9 ayat 2a Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini. Sebelumnya bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, pajak masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan. Artinya, dalam ketentuan sebelumnya, ada batasan hanya barang modal. Pasal 9 ayat 4b Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 4 dan ayat 4a, atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan pengembalian pada setiap Masa Pajak oleh … … dihapus. Sebelumnya PKP dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2a. Pasal 9 ayat 6b dihapus. Ayat ini semula berbunyi Ketentuan mengenai penentuan waktu, penghitungan, dan tata cara pembayaran kembali sebagaimana dimaksud pada ayat 6a diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Adapun Pasal 9 ayat 6a tetap sama, yaitu Pajak Masukan yang telah dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat 2a dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh Pengusaha Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama 3 tiga tahun sejak Masa Pajak pengkreditan Pajak Masukan dimulai. Pasal 9 ayat 6c Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 6a bagi sektor usaha tertentu dapat ditetapkan lebih dari 3 tahun. Sebelumnya tidak ada. Pasal 9 ayat 6d Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 6a berlaku juga bagi Pengusaha Kena Pajak yang melakukan pembubaran pengakhiran usaha, melakukan pencabutan Pengusaha Kena Pajak, atau dilakukan pencabutan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam jangka waktu 3 tiga tahun sejak Masa Pajak pengkreditan pertama kali Pajak Masukan. Sebelumnya tidak ada. Pasal 9 ayat 6e Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat 6a a. wajib dibayar kembali ke kas negara oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Pengusaha Kena Pajak telah menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak atas Pajak Masukan dimaksud; dan/atau telah mengkreditkan Pajak Masukan dimaksud dengan Pajak Keluaran yang terutang dalam suatu Masa Pajak; dan/atau b. tidak dapat dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya dan tidak dapat diajukan permohonan pengembalian, setelah jangka waktu 3 tiga tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 6a berakhir atau pada saat pembubaran pengakhiran usaha, atau pencabutan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 6d oleh Pengusaha Kena Pajak, dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan kompensasi atas kelebihan pembayaran pajak dimaksud. Sebelumnya tidak ada. Pasal 9 ayat 6f Pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat 6e huruf a dilakukan paling lambat a. akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu 3 tiga tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 6a; b. akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu bagi sektor usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 6c; atau c. akhir bulan berikutnya setelah tanggal pembubaran pengakhiran usaha atau pencabutan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 6d. Sebelumnya tidak ada. Pasal 9 ayat 6g Dalam hal Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajiban pembayaran kembali sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 6f, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atas jumlah pajak yang seharusnya dibayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat 6e huruf a oleh pengusaha kena pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 2a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan perubahannya. Pasal 9 ayat 8 Pengkreditan pajak masukan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak dapat diberlakukan bagi pengeluaran untuk dihapus; sebelumnya perolehan BKP atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP …; …; dihapus; sebelumnya pemanfaatan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP …; …; …; dihapus; sebelumnya perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak dihapus; sebelumnya perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan dan dihapus. sebelumnya perolehan BKP selain barang modal atau JKP sebelum PKP berproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat 2a. Dengan demikian, terhadap jenis pengeluaran yang dihapus, pajak masukannya menjadi bisa dikreditkan dengan adanya ketentuan dalam RUU Cipta Kerja. Pasal 9 ayat 9 Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 tiga Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat Faktur Pajak dibuat sepanjang belum dibebankan sebagai biaya atau belum ditambahkan dikapitalisasi dalam harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini. Sebelumnya, dapat dikreditkan pada masa pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. Pasal 9 ayat 9a Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak dengan menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 80% delapan puluh persen dari Pajak Keluaran yang seharusnya dipungut. Sebelumnya tidak ada. Ini berkaitan dengan Pasal 9 ayat 8 huruf a dan d yang dihapus. Pasal 9 ayat 9b Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang diberitahukan dan/atau ditemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini. Sebelumnya tidak ada. Ini berkaitan dengan Pasal 9 ayat 8 huruf i yang dihapus. Pasal 9 ayat 9c Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, serta pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak, dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak sebesar jumlah pokok Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam ketetapan pajak, dengan ketentuan ketetapan pajak dimaksud telah dilakukan pelunasan dan tidak dilakukan upaya hukum serta memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini. Sebelumnya tidak ada. Ini berkaitan dengan Pasal 9 ayat 8 huruf h yang dihapus. Pasal 9 ayat 13 Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria belum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 2a; penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat 4a, ayat 4b, dan ayat 4c; penentuan sektor usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 6c; tata cara pembayaran kembali Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat 6e huruf a; dan tata cara pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat 9a, ayat 9b, dan ayat 9c, diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Sebelumnya hanya mengamanatkan ketentuan mengenai penghitungan dan tata cara pengembalian kelebihan pajak masukan pada ayat 4a, ayat 4b, dan ayat 4c diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. kaw Cek berita dan artikel yang lain di Google News. Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Ap PKP Pasal 9 Ayat 4B merupakan rujukan bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang menjadi pengecualian terhadap ketentuan yang tercantum dalam Pasal 9 Ayat 4 dan 4A UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Undang-undang tersebut juga dikenal luas sebagai UU PPN dan PPnBM. Error ETAX 50003 Sulit Membuat SPT PPN Lebih Bayar Apa sih penyebab error ETAX 50003 saat menggunakan aplikasi e-Faktur? Lalu, apa itu PKP Pasal 9 ayat 4b PPN? Mekari Klikpajak akan mengulasnya penyebab ETAX API 50003 dan solusi ETAX-50003 ini. Munculnya error e-Faktur ETAX 50003 menunjukkan bahwa aplikasi e-Faktur pajak yang sedang dijalankan Tidak Dapat Membentuk SPT Atas Kelebihan Pembayaran Harus Memilih Kompensasi Atau Restitusi. Tahukah? Lebih mudah dan lancar melakukan restitusi pajak melalui e-Faktur Mekari Klikpajak. Ingin mengetahui caranya, hubungi tim konsultan kapan saja dibutuhkan. Lalu, apa sajakah penyebab error ETAX 50003, apa itu PKP Pasal 9 ayat 4b PPN dan bagaimana solusi mengatasi ETAX API 50003? Simak dalam pembahasan dari Mekari Klikpajak berikut ini. Tentang PKP Pasal 9 ayat 4b PPN & Error ETAX 50003 Sebelum membahas lebih lanjut tentang penyebab error ETAX 50003 dan solusi ETAX API 50003, Klikpajak akan mengulas sekilas tentang apa itu PKP Pasal 9 ayat 4b PPN Pajak Pertambahan Nilai. Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, yang dimaksud PKP Pasal 9 ayat 4b PPN adalah Pengusaha Kena Pajak PKP yang dikecualikan dari ketentuan dalam Pasal 9 ayat 4a. Dalam Pasal 9 ayat 4a, PKP yang mengalami lebih bayar PPN terutang, maka dapat mengkompensasikan/mengkreditkan ke Masa Pajak berikutnya, atau dapat mengajukan restitusi/pengembalian kelebihan bayar pajak di akhir tahun buku saja. Dengan adanya Pasal 9 ayat 4b ini, maka PKP dapat mengajukan restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak setiap masa PPN. Namun ada kriteria tertentu PKP yang tergolong dalam Pasal 9 ayat 4b ini. Baca juag Apa Saja Kemudahan Cara Membuat Faktur Pajak Keluaran di e-Faktur Klikpajak? Pengusaha kena pajak yang tergolong kategori PKP Pasal 9 ayat 4b Berikut adalah kategori PKP Pasal 9 ayat 4b PKP yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak BKP berwujud PKP yang melakukan penyerahan BKP atau Jasa Kena Pajak JKP kepada pemungut PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang PPN-nya tidak dipungut PKP yang melakukan ekspor BKP tidak berwujud PKP yang melakukan ekspor JKP PKP dalam tahap belum berproduksi Keenam kategori PKP yang masuk sebagai PKP Pasal 9 ayat 4b tersebut juga termasuk dalam kategori PKP bersisiko rendah sesuai Pasal 9 ayat 4c. Sesuai Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 39/ PKP yang tergolong dalam kategori tersebut dapat diberikan pengembalian pendahuluan atau percepatan restitusi atas kelebihan pembayaran PPN pada setiap masa pajak. Saya Mau Coba Gratis Klikpajak Sekarang! Jika Error ETAX 50003 & Cara Mengatasi ETAX API 50003 Penyebab utama terjadinya error kode faktur jenis ini adalah terdapat prosedur-prosedur yang belum dilakukan dalam proses membentuk laporan ketika lapor PPN Masa. Error ETAX-50003 merupakan kode error yang sering ditemui oleh wajib pajak pada aplikasi e-Faktur Client Desktop DJP. Pada Aplikasi ini, memang jika ada kelebihan pembayaran yang terjadi pada SPT masa PPN wajib melakukan centang pada bagian II yaitu bagian Perhitungan PPN kurang bayar atau Lebih Bayar. Sudah tahu cara menghitung PPN lebih bayar dan kurang bayar? Baca juga eFaktur Error Hari ini? Penyebab ETAX-40001 dan Solusi ETAX 40001 Tahukah? Cara bayar/setor pajak lebih praktis di e-Billing Klikpajak. Sebab Sobat Klikpajak dapat membuat Kode Billing dan langsung bayar billing dengan virtual account bank hanya dalam satu platform. Saya Mau Coba Gratis Klikpajak Sekarang! a. Bagaimana Solusi Mengatasi Error ETAX 50003? Pastikan seluruh isian data di Induk dan Lampiran AB sudah diisi dan disimpan dengan baik Dalam hal membuat SPT Pembetulan, pastikan SPT normal nya sudah dibuat Ada cara praktis untuk bayar PPN terutang secara online tanpa harus keluar platform e-Faktur. Bahkan lebih praktis lagi karena Sobat Klikpajak dapat langsung bayar PPN terutang pada halaman SPT PPN. Penasaran ingin tahu caranya? Selengkapnya baca Makin Praktis! Fitur Baru Klikpajak Cara Bayar Pajak Terutang dari Halaman SPT PPN Saya Mau Coba Gratis Klikpajak Sekarang! b. Pembuatan Laporan SPT Masa PPN 1111 Karena bersifat wajib dan diharuskan, apabila Sobat Klikpajak tidak memilih restitusi ataupun kompensasi, maka SPT Masa PPN 1111 status “Lebih Bayar” tidak dapat terbentuk. Salah satu fitur dalam e-Faktur ada penambahan validasi wajib pilih Restitusi atau Kompensasi pada saat pembuatan SPT Masa PPN 1111 yang seharusnya Lebih Bayar. Pembuatan laporan SPT Masa PPN lebih bayar selain memilih kompensasi atau restitusi juga harus memilih PKP Pasal 9 ayat 4b PPN atau Selain PKP Pasal 9 ayat 4b PPN. Centang bagian sesuai kriteria PKP, lalu simpan. Jika tidak termasuk di antara pilihan di atas, maka dapat memilih Selain PKP Pasal 9 ayat 4b. Dengan memilih atau mencentang bagian pada formulir SPT oleh PKP Pasal 9 ayat 4b PPN atau Selain PKP Pasal 9 Ayat 4b PPN, maka SPT Masa PPN 1111 dapat tersimpan dan file CSV telah berhasil dibentuk. Itulah penjelasan tentang error ETAX 50003 dan sekilas tentang PKP Pasal 9 ayat 4b serta solusi mengatasi ETAX API 5003 pada e-Faktur. Sobat Klikpajak juga dapat mengurus pajak lainnya lebih mudah dan cepat melalui Mekari Klikpajak. Sebab memiliki fitur lengkap untuk memudahkan Sobat Klikpajak mengusur berbagai kewajiban perpajakan perusahaan dengan cara yang efektif dan efisien. Saya Mau Coba Gratis Klikpajak Sekarang! MasukkanTanggal Kompensasi Setelah muncul kotak dialog SPT Masa PPN Formulir 111, pilih bagian II.H dan centang "1.2 point II.F" lalu centang poin 2.1 "Selain PKP Pasal 9 ayat 4b (PPN)" dan centang poin 3.1 "Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya" 8. Masukkan Tanggal Mulai Kompensasi Masuk ke menu "Isi Tempat dan Tanggal".
Kompensasi lebih bayar PPN dilakukan apabila PKP kelebihan menyetor PPN. Seperti apa mekanisme kompensasi lebih bayar ppn dan berapa kali bisa dilakukan? Simak artikel berikut. Terjadinya Kompensasi Lebih Bayar PPN Kompensasi lebih bayar PPN pada e-Faktur sebelumnya didahului dengan kelebihan pembayaran PPN saat Pengusaha Kena Pajak PKP melaporkan Surat Pemberitahuan SPT masa PPN. Kelebihan bayar PPN ini terjadi manakala PKP melaporkan SPT masa PPN diketahui bahwa pajak keluaran, yakni PPN yang dipungut oleh PKP jauh lebih besar ketimbang pajak masukan, yakni PPN yang disetorkan oleh PKP kepada lawan transaksi. Atas kelebihan penyetoran PPN ini PKP akan diminta untuk memilih, antara melakukan restitusi alias meminta kelebihan tersebut, atau mengkompensasikannya ke masa pajak berikutnya. Batas Waktu Kompensasi Lebih Bayar PPN Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, atas kelebihan penyetoran PPN, PKP diberikan pilihan apakah memilih restitusi atau kompensasi. Jika memilih kompensasi, maka kelebihan setoran PPN akan dikompensasikan di masa pajak bulan berikutnya. Kompensasi lebih bayar PPN ini tidak memiliki batas waktu alias bisa terus dikompensasikan ke masa-masa pajak berikutnya. Berbeda dengan SPT Pajak Penghasilan PPh yang masa berlakunya adalah satu tahun, PPN terus bergulir per bulan, tak peduli tahunnya. Alhasil, jika PKP memilih cara kompensasi lebih bayar PPN, maka PKP bisa mengkompensasikan kelebihan bayar tersebut ke bulan-bulan berikutnya. Contohnya pada masa pajak Oktober 2018 PKP memiliki kelebihan bayar PPN sebesar Rp 10 juta, maka ketika PKP tersebut mengambil opsi kompensasi lebih bayar PPN, maka kelebihannya tersebut akan dijadikan pengurang pada SPT masa PPN bulan November 2018. Misalkan pada SPT masa PPN bulan November 2018 ternyata PKP tersebut tercatat kurang bayar sebesar Rp 2 juta, maka kompensasi lebih bayar PPN sebesar Rp 10 juta dari bulan masa pajak Oktober 2018 akan dijadikan pengurang, sehingga statusnya menjadi lebih bayar Rp 8 juta. Nah, PKP juga bisa melakukan kompensasi lebih bayar PPN sebesar Rp 8 juta ini ke masa pajak Desember 2018 dan begitu seterusnya. Perlakuan Kompensasi Lebih Bayar PPN Kompensasi lebih bayar PPN ini tidak bisa begitu saja dilakukan kala PKP ternyata kelebihan menyetor PPN. PKP terlebih dahulu harus melakukan pembetulan SPT masa PPN pada aplikasi e-Faktur. Cara melakukan pembetulan lebih bayar PPN pada aplikasi e-Faktur adalah sebagai berikut Login ke aplikasi e-Faktur, masuk ke “Posting” kemudian pilihan isi masa pajak / bulan yang lebih bayar. Mengisi jumlah faktur pajak masukan yang lebih bayar. klik cek jumlah Pilih Posting Setelah sukses melakukan pembetulan, langkah berikutnya yang harus dilakukan antara lain Pilih Posting Perbarui tampilan Klik masa pajak yang ada jumlah pembetulannya Membuka STP untuk diubah Jika sudah diperbarui masa pajaknya, pengguna e-Faktur masuk kembali ke SPT, masuk ke Formulir Lampiran dan memilih 1111AB. Setelah membuka formulir 1111AB, langkah yang harus dilakukan adalah Klik Bagian III —> Poin B —> Memasukan nominal PPN yang mau dikompensasi Masuk Lagi ke SPT —> Formulir Induk —> 1111 Pilih bagian —> Klik Butir —> Butir Selain PKP Pasal 9 ayat 4b PPN–>klik butir dikompenasikan ke masa pajak berikutnya. Lalu ke bagian VI , isi tempat dan tanggal sesuai tanggal hari ini —> Simpan. Setelah proses sudah selesai, masuk kembali ke posting, kemudian memilih masa pajak yang akan dibayar. Dalam pilihan ini, pengguna e-Faktur membuka SPT untuk diubah dan masuk lagi ke STP, masuk ke formulir 1111. Nah, dalam formulir 1111 Bagian II point D. pengguna e-Faktur bisa melihat nominal PPN yang harus dibayar nominalnya sudah berkurang dari tagihan sebelumnya.
Pasal9 ayat 4B ini adalah pasal disclaimer (pasal pengecualian) dari pasal sebelumnya yaitu Pasal 9 ayat 4 dan Pasal 9 ayat 4A yang mengatur tentang kelebihan pembayaran pajak PPN pada SPT Masa PPN. Pertanyaan PERKENALKAN, saya manajer akuntansi dan pajak di perusahaan yang bergerak di bidang pabrikan makanan kaleng. Saya ingin bertanya, setelah berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, bagaimana perubahan mekanisme pengkreditan pajak masukan atas perusahaan yang belum beroperasi? Perusahaan kami berencana mendirikan anak perusahaan yang dikhususkan untuk produksi minuman kaleng. Mohon penjelasannya. Terima kasih. Dimas, Jakarta. Jawaban TERIMA kasih Bapak Dimas atas pertanyaannya. Seperti yang diketahui bersama, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja UU Ciptaker. UU Ciptaker merupakan omnibus law yang mengubah beberapa undang-undang sekaligus, termasuk di antaranya UU PPN yang diatur dalam Pasal 112 UU Ciptaker. Sebelumnya, ketentuan pengkreditan pajak masukan bagi pengusaha kena pajak PKP yang belum berproduksi diatur dalam Pasal 9 ayat 2a UU PPN. Dalam Pasal tersebut, pajak masukan yang dapat dikreditkan hanya atas perolehan dan/atau impor barang modal. Selain itu, ditegaskan pula perolehan barang kena pajak BKP selain barang modal atau jasa kena pajak JKP sebelum PKP berproduksi tidak dapat dikreditkan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 8 huruf j UU PPN. Lalu, PKP dapat mengajukan restitusi atas kelebihan pajak masukan pada setiap masa pajak sesuai dengan Pasal 9 ayat 4b huruf f UU PPN. Terakhir, Pasal 9 ayat 6a UU PPN mengatur pajak masukan, yang telah dikreditkan dan telah direstitusi, wajib dibayar kembali apabila PKP tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling lama tiga tahun sejak masa pajak pengkreditan pajak masukan dimulai. Detail teknisnya diatur dalam peraturan menteri keuangan PMK sesuai Pasal 9 ayat 6b UU PPN. Setelah berlaku per 2 November 2020 maka Pasal 112 UU Ciptaker mengubah beberapa ketentuan dalam UU PPN, termasuk di antaranya Pasal 9. Adapun perubahan pertama yang perlu kita amati adalah terkait Pasal 9 ayat 6b UU PPN yang telah dihapus. Artinya, ketentuan detail teknis tentang pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang belum berproduksi tidak lagi diatur oleh PMK, tetapi diatur sepenuhnya dalam UU PPN ini. Setelah itu, barulah kita mencermati Pasal 9 ayat 2a UU PPN pascaberlakunya UU Ciptaker. Berdasarkan pasal tersebut, bagi PKP yang belum melakukan penyerahan maupun ekspor BKP dan/atau JKP, pajak masukan – atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean –dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan UU ini. Berdasarkan ketentuan di atas, pengkreditan pajak masukan berlaku untuk seluruh BKP dan/atau JKP, tidak hanya terbatas pada perolehan dan/atau impor barang modal. Hal ini selaras dengan penghapusan ketentuan dalam Pasal 9 ayat 8 huruf j UU PPN pascaberlakunya UU Ciptaker. Selanjutnya, ketentuan dalam Pasal 9 ayat 4b huruf f UU PPN tentang pengajuan restitusi atas kelebihan pajak masukan pada setiap masa pajak juga dihapus. Artinya, pengajuan restitusi hanya dapat dilakukan pada akhir tahun buku sesuai Pasal 9 ayat 4a UU PPN. Kemudian, Pasal 9 ayat 6a UU PPN juga mengalami perubahan. Apabila sampai dengan jangka waktu tiga tahun – sejak masa pajak pengkreditan pertama kali pajak masukan sebagaimana dimaksud pada ayat 2a – PKP belum melakukan penyerahan maupun ekspor BKP dan/atau JKP terkait dengan pajak masukan tersebut, pajak masukan yang telah dikreditkan dalam jangka waktu tiga tahun tersebut menjadi tidak dapat dikreditkan. Namun, sesuai ketentuan dalam pasal tersebut, bagi sektor usaha tertentu dapat ditetapkan lebih dari tiga tahun sesuai Pasal 9 ayat 6c UU PPN. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi PKP yang melakukan pembubaran pengakhiran usaha, melakukan pencabutan PKP, atau dilakukan pencabutan PKP secara jabatan dalam jangka waktu tiga tahun sejak masa pajak pengkreditan pertama kali pajak masukan sesuai Pasal 9 ayat 6d UU PPN. Selanjutnya, Pasal 9 ayat 6e UU PPN mengatur pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud pada ayat 6a wajib dibayar kembali ke kas negara oleh PKP, dalam hal PKP telah menerima restitusi atas pajak masukan dimaksud; dan/atau telah mengkreditkan pajak masukan dimaksud dengan pajak keluaran yang terutang dalam suatu masa pajak; dan/atau tidak dapat dikompensasikan ke masa pajak berikutnya dan tidak dapat diajukan permohonan pengembalian setelah jangka waktu tiga tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 6a berakhir atau pada saat pembubaran pengakhiran usaha atau pencabutan PKP – sebagaimana dimaksud pada ayat 6d oleh PKP –, dalam hal PKP melakukan kompensasi atas kelebihan pembayaran pajak dimaksud. Kemudian, Pasal 9 ayat 6f UU PPN mengatur pembayaran kembali pajak masukan sebagaimana dimaksud pada ayat 6e huruf a dilakukan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu tiga tahun sebagaimana dimaksud pada ayat 6a; akhir bulan berikutnya setelah tanggal berakhirnya jangka waktu bagi sektor usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 6c; atau akhir bulan berikutnya setelah tanggal pembubaran pengakhiran usaha atau pencabutan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat 6d. Terakhir, Pasal 9 ayat 6g UU PPN mengatur dalam hal PKP tidak melaksanakan kewajiban pembayaran kembali sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat 6f, dirjen pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB atas jumlah pajak yang seharusnya dibayar kembali sebagaimana dimaksud pada ayat 6e huruf a oleh PKP, ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 2a UU KUP. Demikian jawaban kami. Semoga membantu. Disclaimer YTD4dvX.
  • o6gvwsu5gm.pages.dev/216
  • o6gvwsu5gm.pages.dev/260
  • o6gvwsu5gm.pages.dev/231
  • o6gvwsu5gm.pages.dev/371
  • o6gvwsu5gm.pages.dev/16
  • o6gvwsu5gm.pages.dev/154
  • o6gvwsu5gm.pages.dev/458
  • o6gvwsu5gm.pages.dev/432
  • selain pkp pasal 9 ayat 4b ppn